Sunday 25 October 2009

SBY JILID II : KONSOLIDASI NASIONAL ATAU EKSPANSI INTERNASIONAL?


SBY jilid II : Konsolidasi Nasional atau Ekspansi Internasional?


Pada tanggal 20 oktober 2009 merupakan merupakan peristiwa penting bagi sejarah demokrasi Indonesia, dimana pemerintahan SBY-JK atau sekarang populer dengan sebutan SBY jilid I secara resmi berakhir. Selama lima tahun sudah pemerintahan SBY I mengemban tugas membawa Indonesia ke kancah dunia internasional. Dalam konteks internasional, banyak pihak yang menilai bahwa pemerintahan SBY jilid I membawa arah positif dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan konsep Outward-looking dalam pemerintahan SBY jilid I, Indonesia semakin berperan dalam pergaulan internasional. SBY jilid I berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara, antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan global pun dijadikannya sebagai opportunities. Kemudian, terdapat aktivisme baru dalam Politik Luar Negeri Indonesia. Hal ini dilihat pada komitmen Indonesia dalam reformasi DK PBB, gagasan untuk mengirim pasukan perdamaian. Selain itu perubahan yang lainnya adalah kemampuan beradaptasi Indonesia pada perubahan-perubahan domestik dan perubahan-perubahan di luar negeri hal ini tercermin dari keikutsertaan Indonesia dalam forum G.20 dimana Indonesia adalah satu-satunya Negara ASEAN yang tergabung dalam forum tersebut.

Begitu banyak memang prestasi yang diukir oleh pemerintahan SBY jilid I dibandingkan tahun sebelumnya, namun banyak pihak pula yang beranggapan bahwa Indonesia tidak lebih baik pada pemerintahan SBY jilid I. Perbaikan wajah Indonesia di luar negeri tidak diikuti dengan perbaikan-perbaikan dalam konteks domestic. Banyak pihak menilai bahwa SBY jilid I terlalu memprioritaskan aspek internasional dibandingkan dengan aspek domestik itu sendiri. Padahal pada hakikatnya Politik luar negeri merupakan implementasi dari politik dalam negeri suatu Negara. Selain itu, nyatanya dalam kancah internasional pun Indonesia memiliki banyak kegagalan, seperti perubahan status Indonesia dari Negara produsen minyak menjadi Negara pengimpor minyak sehingga Indonesia harus keluar dari OPEC. Belum lagi kekalahan dalam sengketa kasus pulau sipadan dan ligitan serta masalah tenaga kerja yang terus berkelanjutan yang berdampak pada merosotnya image Indonesia dalam kacamata global maupun regional.





PLN RI SBY JILID II : ISOLASIONIS ATAU INTERNASIONALIS ?




Pro kontra memang selalu mengalir dalam setiap hal apapun. Bagaimanapun juga, entah berhasil atau gagal sekalipun, nyatanya SBY masih dipercaya untuk memegang pemerintahan 5 tahun mendatang. Jadi yang terbaik adalah bagaimana mempersiapkan Indonesia 5 tahun kedepan. Bagaimana strategi yang harus dijalankan oleh pemerintahan SBY jilid II dengan apa yang dihasilkan pada pemerintahan sebelumnya.

Lalu apa yang harus kita lakukan berhubungan dengan konteks luar negeri lima tahun mendatang? Wacana yang berkembang adalah antara Indonesia menjadi isolasionis atau internasionalis. Sebagian pihak menilai Indonesia lebih baik melakukan tindakan “isolasionis” terlebih dahulu. Hal ini merupakan respon dari kondisi domestik yang belum stabil dan masih banyak perbaikan, jadi seharusnya Indonesia lebih mengurangi intensitas “internasionalnya” untuk lebih menata politik domestik, baru kemudian kembali ke kancah internasional setelah politik domestiknya lebih stabil. Terlalu sempit memang, tapi berkaca pada negara adidaya seperti Amerika Serikat yang pernah melakukan hal tersebut dalam sejarah politik luar negerinya. Hal tersebut terjadi antara tahun 1947-1956 dimana Amerika Serikat menahan diri untuk terlibat dalam kancah internasional dan lebih membenahi urusan domestik. Baru kemudian Amerika Serikat kembali “eksis” (dengan modal politic domestic yang lebih stabil) membuktikan dirinya dan berhasil menjadi Negara super power. Selain itu berkaca pada teori bahwa politik luar negeri adalah implementasi dari politik domestik suatu Negara, jadi bukan sesuatu yang salah bahwa sikap isolasionis perlu dilaksanakan.

Namun tidak demikian bagi mereka yang mendukung internasionalis. Pasalnya, dalam era globalisasi saat ini dimana arus komunikasi dan informasi begitu pesat serta transformasi teknologi begitu maju, mau tidak mau, suka atau tidak suka suatu Negara pasti akan melakukan tindakan internasionalis. Jadi bagaimana mungkin suatu Negara mengambil sikap isolasionis ditengah situasi seperti saat ini, dimana harga diri suatu bangsa diukur dari bagaimana bangsa tersebut melakukan interaksi dalam pergaulan internasional. Dan berbicara politik bukan hanya pada ranah domestik pada era globalisasi saat ini.



BALANCE AND FOCUS



Pola seperti apapun yang akan dijalankan nantinya, pastinya pola tersebut harus membawa Indonesia kearah yang lebih baik, membawa posisi Indonesia di mata internsional lebih strategis dan lebih memiliki bargaining position di kancah internasional. Namun menurut hemat saya tidak dapat kita terapkan secara mutlak, apakah Indonesia dengan pola isolasionis atau sebaliknya yaitu internasionalis. Karena keduanya diperlukan dalam konteks politik luar negeri Indonesia atau bahkan seluruh Negara di dunia saat ini. Oleh karena itu Indonesia harus balance and focus. Indonesia harus Balance Artinya keduanya harus jalan, entah urusan domestik maupun internasionalnya. Oleh karena itu merupakan tantangan bagi pemerintahan SBY jilid II 5 tahun mendatang. Di satu sisi mereka harus menciptakan situasi domestik yang seimbang dengan peristiwa-peristiwa dan perkembangan global, namun di sisi lain, SBY dan kabinetnya harus dapat menciptakan situasi domestik yang bersahabat dengan rakyat. Kemudian SBY jilid II dan kabinetnya harus Focus terhadap kepentingan internasional yang harus dicapai dalam dunia internasional.

Berbicara mengenai hubungan luar negeri Indonesia, kita tentu tidak dapat menjauhkan beberapa pertimbangan antara lain postur Indonesia, posisi Indonesia, dan situasi domestik yang terjadi di Indonesia. Yang dimaksud dengan postur di sini adalah berbicara mengenai ‘modal’ yang dimiliki Indonesia sebagai suatu negara, seperti jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, atau keadaan geografisinya sendiri. Sedangkan posisi adalah kapabilitas Indonesia dalam lingkup internasional, baik secara regional maupun global. Kondisi domestik Indonesia pun turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan luar negeri. Dan tidak lupa, setiap kebijakan luar negeri yang tercipta pun berdasarkan politik bebas-aktif yang sejak dulu menjadi landasan hubungan luar negeri Indonesia.

Pemerintahan saat ini sudah sangat paham dengan hal-hal tersebut diatas, terlebih pemerintahan saat ini merupakan actor yang sama pada pemerintahan sebelumnya, sehingga sudah paham betul peluang dan tantangan Indonesia dalam konteks luar negeri. Pastinya dengan komposisi yang baru diharapkan adanya perbaikan dan perubahan yang progresif, tidak jalan ditempat atau bahkan mundur kebelakang. Jika PLNRI yang diterjemahkan Bung Hatta adalah ”bagaikan mendayung di antara 2 karang”, maka saat ini Politik Luar Negeri Indonesia adalah “mengarungi lautan bergelombang”. Karena konstelasi internasional kini banyak berubah dan SBY jilid II harus pandai mengambil peluang tersebut untuk Indonesia sebagai “Golden Chance” menuju Indonesia yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment